Pengertian Etos kerjadalam Al-Qur’an
Di dalam kaitan ini, al-Qur’an banyak membicarakan
tentang aqidah dan keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada
bagian lain ayat tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah kemaslahatan,
terkadang dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an juga mendeskripsikan kerja
sebagai suatu etika kerja positif dan negatif. Di dalam al-Qur’an banyak kita
temui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya :
1) Kita
temukan 22 kata ‘amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat al-Baqarah:
62, an-Nahl: 97, dan al-Mukmin: 40.
2) Kata ‘amal
(perbuatan) kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya surat Hud: 46, dan
al-Fathir: 10.
3) Kata wa’amiluu
(mereka telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73 kali, diantaranya surat
al-Ahqaf: 19 dan an-Nur: 55.
4) Kata Ta’malun
dan Ya’malun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud: 92.
5) Kita
temukan sebanyak 330 kali kata a’maaluhum, a’maalun, a’maluka,
‘amaluhu, ‘amalikum, ‘amalahum, ‘aamul dan amullah. Diantaranya
dalam surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar: 65, Fathir: 8, dan at-Tur:
21.
6)
Terdapat 27 kata ya’mal, ‘amiluun, ‘amilahu, ta’mal, a’malu seperti
dalam surat al-Zalzalah: 7, Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.
7)
Disamping itu, banyak sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan istilah
seperti shana’a, yasna’un, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah, istabiqul
khoirot, misalnya ayat-ayat tentang perintah berulang-ulang dan sebagainya.
Di samping itu, al-Qur’an juga menyebutkan bahwa
pekerjaan merupakan bagian dari iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang
serta menjadi ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman:
“…barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh…” (Al-Kahfi: 110)
Ada
juga ayat al-Qur’an yang menunjukkan pengertian kerja secara sempit misalnya
firman Allah SWT kepada Nabi Daud As.
“ Dan
Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara
kamu dalam peperanganmu…” (al-Anbiya: 80)
Dalam
surah al-Jumu’ah ayat 10 Allah SWT menyatakan :
“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Al-Jumu’ah: 10)
Pengertian
kerja dalam keterangan di atas, dalam Islam amatlah luas, mencakup seluruh
pengerahan potensi manusia. Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap
potensi yang dikeluarkan manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa
makanan, pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan taraf hidup.
Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia
ketenaga-kerjaan dewasa ini, sedangkan bekerja dalam lingkup pengertian ini
adalah orang yang bekerja dengan menerima upah baik bekerja harian, maupun
bulanan dan sebagainya.
Pembatasan seperti ini didasarkan pada realitas yang ada
di negara-negara komunis maupun kapitalis yang mengklasifikasikan masyarakat
menjadi kelompok buruh dan majikan, kondisi semacam ini pada akhirnya
melahirkan kelas buruh yang seringkali memunculkan konflik antara kelompok
buruh atau pun pergerakan yang menuntut adanya perbaikan situasi kerja, pekerja
termasuk hak mereka.
Konsep klasifikasi kerja yang sedemikian sempit ini sama
sekali tidak dalam Islam, konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian
namun demikian jika menghendaki penyempitan pengertian (dengan tidak memasukkan
kategori pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah dan aktivitas
spiritual) maka pengertian kerja dapat ditarik pada garis tengah, sehingga
mencakup seluruh jenis pekerjaan yang memperoleh keuntungan (upah), dalam
pengertian ini tercakup pula para pegawai yang memperoleh gaji tetap dari
pemerintah, perusahaan swasta, dan lembaga lainnya.
Pada
hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara jelas, praktek
mu’amalah umat Islam sejak berabad-abad, dalam pengertian ini memperhatikan
empat macam pekerja :
1) al-Hirafiyyin;
mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit, tukang kayu, dan para
pemilik restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi lebih luas, seperti mereka
yang bekerja dalam jasa angkutan dan kuli.
2) al-Muwadzofin:
mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti para pegawai dari suatu
perusahaan dan pegawai negeri.
3) al-Kasbah:
para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan sehari-hari dengan cara jual beli
seperti pedagang keliling.
4) al-Muzarri’un:
para petani.
Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum
Islam, diantaranya hadis rasulullah SAW dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW
bersabda, berikanlah upah pekerja sebelum kering keringat-keringatnya. (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah, dan Thabrani).
Pendapat
atau kaidah hukum yang menyatakan : “Besar gaji disesuaikan dengan hasil
kerja.” Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam mengupah orang lain
disesuaikan dengan porsi kerja yang dilakukan seseorang, sehingga dapat
memuaskan kedua belah pihak.